Pages

Rabu, 21 Mei 2014

askeb kompre (ikhterus)

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  latar belakang
Neonatus merupakan bayi yang berumur 0-28 hari.Masa ini merupakan masa transisi dimana bayi memulai kehidupan diluar rahim ibunya. Begitu banyak perubahan yang dialami sampai dari organ fisik maupun fungsi tubuhnya. Hal ini terjadi karena bayi sudah hidup terpisah dari ibunya.
Mengingat begitu besar perubahan yang terjadi maka tak dapat diingkari begitu banyak juga permasalahan yang timbul karena hal tersebut. Diantaranya adalah perubahan patologis yang memberikan pengaruh buruk terhadap petumbuhan dan perkembangan bayi.
Salah satunya adalah terjadinya ikterus atau yang lebih dikenal dengan bayi kuning. Ikterus neonatorum merupakan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan bilirubin (merupakan hasil pemecahan sel darah merah) dalam jaringan tubuh sehingga kulit, mukosa dan sklera berubah warna menjadi kuning.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan bentuk fisiologi dan patologi. Yang bersifat patologi dikenal sebagai “hiperbilirubinemia” yang dapat mengakibatkan gangguan susunan saraf pusat atau kematian.
Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir, terjadi sekitar 25-50% pada bayi lahir cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi lahir kurang bulan. Berdasarkan alasan ini maka kelompok ingin membahas tentang icterus pada bayi karena mahasiswa perlu mengetahui dengan baik kapan terjadinya icterus apakah berkepanjangan atau tingkat intensitasnya meninggi, sehingga dapat melakukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit.

1.2  Tujuan
1.2.1  Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan ikterus secara Komprehensif.




1.2.2     Tujuan Khusus
1)      Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian NCBSMK dengan Ikterus Derajat II
2)      Mahasiswa mampu melaksanakan interpretasi data NCBSMK dengan Ikterus Derajat II
3)      Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa/masalah potensial NCBSMK dengan Ikterus Derajat II
4)      Mahasiswa mampu menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera NCBSMK dengan Ikterus Derajat II
5)      Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan yang menyeluruh NCBSMK dengan Ikterus Derajat II
6)      Mahasiswa mampu melaksanakan langsung asuhan/implementasi NCBSMK dengan Ikterus Derajat II
7)      Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi NCBSMK dengan Ikterus Derajat II

1.3  Metode Pengumpulan Data
1.3.1     Wawancara
Mengumpulkan data sebanyak dan seakurat mungkin dari  anamnesa ibu bayi
1.3.2     Observasi
Melakukan pengamatan termasuk pemeriksaan umum, khusus dan penunjang secara khusus kepada klien
1.3.3     Studi Dokumentasi
Melakukan  pengambilan data dari dokumen (rekam medik) pasien yang sudah ada dan dijadikan informasi berbagai hal yang diperoleh dari R.Sakit Gambiran.
1.3.4     Studi Pustaka
Menggunakan referensi dari buku/pustaka yang ada sesuai dengan kasus yang dibahas.

1.4  Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
1.2  Tujuan
1.3  Metode pengumpulan data
1.4  Teknik Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Terdiri dari konsep dasar Neonatus, konsep dasar ikterus, konsep menejemen asuhan kebidanan pada ikterus.
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1  Pengkajian data
3.2  Interpetasi data
3.3  Antisipasi diagnose atau masalah potensial
3.4  Identifikasi kebutuhan segera
3.5  Rencana intervensi
3.6  Implementasi
3.7  Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
-          Kesimpulan
-          Saran
Daftar Pustaka











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Neonatus
2.1.1  Definisi
Neonatus adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37-42 minggu,lahir melalui jalan lahir dengan presentasi kepala secara spontan tanpa gangguan, menangis kuat, nafas secara spontan dan teratur,berat badan antara 2500-4000 gram serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin.
2.1.2  Ciri –Ciri Neonatus
a)      Lahir aterm antara 37-42 minggu
b)      Berat badan 2500 – 4000 gram
c)      Panjang lahir 48 – 52 cm
d)     Lingkar dada 30 – 38 cm
e)      Lingkar kepala 33 – 35 cm
f)       Lingkar lengan 11-12
g)      Frekuensi denyut jantung 120-160x/menit
h)      Kulit kemerah- merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.
i)        Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
j)        Kuku agak panjang dan lemas
k)      Nilai APGAR >7
l)        Gerakan aktif
m)    Lahir langsung menangis kuat
n)      Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis yang berlubang.
o)      Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uterus yang berlubang, serta labia mayora menutupi labia minora.
p)      Refleks rooting ( mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut)sudah terbentuk dengan baik.
q)      Refleks sucking sudah terbentuk dengan baik.
r)       Refleks grasping sudah baik
s)       Refleks morro
t)       Eliminasi baik, urine dan mekonium keluar dalam 24 jam pertama
2.1.3  Tahapan Neonatus
a)      Tahap I terjadi segera setelah lahir ,selama menit –menit pertama kelahiran. Pada tahap ini digunakan system scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu.
b)      Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas .Pada tahan II dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adannya perubahan perilaku.
c)      Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh.
2.1.4  Bounding Attachment
a)      Suatu kondisi / tindakan agar terjadinya hubungan positif antara bayi,ibu, ayah dan sibling serta keluarga yang lain
b)      Bayi merasa dicintai, diperhatikan,aman dan nyaman sehingga terbentuk sosial dan dapat bereksplorasi yang merupakan awal pembentukan konsep diri
c)      Jika gagal,gangguan perkembangan tingkah laku (stereotipi) misalnya  menghisap jari, menyakiti diri, tidur dilantai atau ketakutan , apatis, kemunduran kognitif/verbal
2.1.5  Perubahan-Perubahan yang terjadi pada Neonatus
1)      Perubahan pernafasan/pada sistem pernafasan
Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui placenta. Setelah bayi lahir harus melalui paru-paru bayi pernafasan pertama pada neonatus terjadi normal dalam waktu 30 detik. Setelah kelahiran tekanan rongga dada bayi pada saat melalui jalan lahir pervagina mengakibatkan cairan paru-paru (pada bayi normal jumlahnya 80 – 100 ml). kehilangan 1/3 dari jumlah cairan tersebut sehingga cairan yang hilang ini diganti dengan udara. Pernafasan pada neonatus terutama pernafasan diafragmatik dan abdominal dan biasanya masih tidak teratur frekwensi dan dalamnya pernafasan.
Bayi itu umumnya segera menangis sekeluarnya dari jalan lahir. Sebagai sebab-sebab yang menimbulkan pernafasan yang pertama, dikemukakan :
a)      Rangsangan pada kulit bayi
b)      Tekanan pada thorax sebelum bayi lahir



c)      Penimbunan CO2
Setelah baik lahir kadar CO­2 dalam darah anak naik dan ini merupakan rangsangan pernafasan.
d)     Kekurangan O2
e)      Pernafasan intrautrin
Bayi sudah mengadakan pergerakan pernafasan dalam rahim, dan sudah menangis dalam rahim. Pernafasan di luar hanya merupakan lanjutan dari gerakan pernafasan di dalam rahim.
f)       Pemeriksaan bayi
2)      Perubahan metabolisme karbohidrat/glukosa
Fungsi otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada saat lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri.
Pada setiap neonatus glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1-2 jam).
Koreksi penurunan gula darah dapat terjadi dengan 3 cara:
a)      Melalui penggunaan ASI (neonatus sehat harus didorong untuk menyusu ASI secepat mungkin setelah lahir).
b)      Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenolisis).
c)      Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak (glukoneogenesis).
3)      Perubahan suhu tubuh
Neonatus belum dapat mengatur suhu tubuh mereka, sehingga akan mengalami stres dengan adanya perubahan-perubahan lingkungan.
Neonatus dapat kehilangan panas melalui:
a)     Evaporasi    : cairan menguap pada kulit yang basah.
b)    Konduksi    : kehilangan panas oleh karena kulit bayi berhubungan langsung dengan benda/alat yang suhunya lebih dingin.
c)     Konveksi     : terjadi bila bayi telanjang di ruang yang relatif dingin (25ºC atau kurang)
d)    Radiasi        : kehilangan panas karena tubuh bayi yang lebih panas menyentuh permukaan yang lebih dingin.



4)      Perubahan pada sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler harus terjadi 2 perubahan besar, yaitu:
a)  Penutupan foramen ovale atrium jantung.
b)  Penutupan duktus afteriosus antara arteri paru dan aorta.
Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh:
a.  Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh darah meningkat dan tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan yang mengurangi volume dan selanjutnya tekanannya. Kedua kejadian ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit mengatur ke paru-paru untuk mengalami proses oksigenasi ulang.
         b.   Pernafasan pertama menurunkan resistensi pembuluh paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada pernafasan pertama ini menimbulkan relaksasi dan terbakarnya sistem pembuluh baru. Dengan peningkatan tekanan pada atrium kiri foramen ovale secara fungsi akan menutup.Perubahan sistem gastrointestinal, ginjal.
5. Kemampuan neonatus cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan masih terbatas, juga hubungan antara osephagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang mengakibatkan gumoh pada bayi baru lahir dan bayi muda. Kapasitas lambung sendiri sangat terbatas kurang dari 30 cc.
Faeces pertama bayi adalah hitam kehijauan, tidak berbau, substansi yang kental disebut mekonium. Faeces ini mengandung sejumlah cairan amnion, verniks, sekresi saluran pencernaan, empedu, dan zat sisa dari jaringan tubuh. Pengeluaran ini akan berlangsung sampai hari ke 2-3. pada hari ke 4-5 warna tinja menjadi coklat kehijauan.
Air kencing.
Bila kandung kemih belum kosong pada waktu lahir, air kencing akan keluar dalam waktu 24 jam yang harus dicatat adalah kencing pertama, frekuensi kencing berikutnya, serta warnanya bila tidak kencing/menetes/perubahan warna kencing yang berlebihan.
6.   Perubahan berat badan
Dalam hari-hari pertama berat badan akan turun oleh karena pengeluaran (meconium, urine, keringat) dan masuknya cairan belum mencukupi. Turunnya berat badan tidak lebih dari 10%. Berat badan akan naik lagi pada hari ke 4 sampai hari ke 10. Cairan yang diberikan pada hari 1 sebanyak 60 ml/kg BB setiap hari ditambah sehingga pada hari ke 14 dicapai 200 ml/kg BB sehari.
7.   Sistem skeletal
Tulang-tulang neonatus lunak karena tulang tersebut sebagian besar terdiri dari kartilago yang hanya mengandung sejumlah kecil kalsium.
8.   Sistem neoromuskular
Pada saat lahir otot bayi lambat dan lentur, otot-otot tersebut memiliki tonus kemampuan untuk berkontraksi ketika dirangsang, tetapi bayi kurang mempunyai kemampuan untuk mengontrolnya. Sistem persarafan bayi cukup berkembang untuk bertahan hidup tetapi belum terintegrasi secara sempurna.
2.1.6  Periode Masa Transisi pada Neonatus
Setiap neonatus harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstrauterin. Proses ini dapat berjalan lancar tetapi dapat juga terjadi berbagai hambatan, yang bila tidak segera diatasi dapat berakibat fatal.
Terdapat tiga periode dalam masa transisi bayi baru lahir:
1.      Periode reaktivitas I : (30 menit pertama setelah lahir)
Pada awal stadium ini aktivitas sistem saraf simpatif menonjol, yang ditandai oleh:
a.       Sistem kardiovaskuler
b.      Detak jantung cepat tetapi tidak teratur, suara jantung keras dan kuat.
c.       Tali pusat masih berdenyut.
d.      Warna kulit masih kebiru-biruan, yang diselingi warna merah waktu menangis.
e.       Traktur respiratorrus
f.       Pernafasan cepat dan dangkal.
g.      Terdapat ronchi dalam paru.
h.      Terlihat nafas cuping hidung, merintih dan terlihat penarikan pada dinding thorax.
i.        Suhu tubuh
j.        Suhu tubuh cepat turun.
k.      Aktivitas
l.        Mulai membuka mata dan melakukan gerakan explorasi.
m.    Tonus otot meningkat dengan gerakan yang makin mantap.
n.      Ektrimitas atas dalam keadaan fleksi erat dan extrimitas bawah dalam keadaan extensi.
o.       Fungsi usus
p.      Peristaltik usus semula tidak ada.
q.      Meconium biasanya sudah keluar waktu lahir.
Menjelang akhir stadium ini aktivitas sistem para simpatik juga aktif, yang ditandai dengan
a.       Detak jantung menjadi teratur dan frekuensi menurun.
b.      Tali pusat berhenti berdenyut.
c.       Ujung extremitas kebiru-biruan.
d.      Menghasilkan lendir encer dan jernih, sehingga perlu dihisap lagi.
Selanjutnya terjadi penurunan aktivitas sistem saraf otonom baik yang simpatik maupun para simpatik hingga kita harus hati-hati karena relatif bayi menjadi tidak peka terhadap rangsangan dari luar maupun dari dalam. Secara klinis akan terlihat:
a.       Detak jantung menurun.
b.      Frekuensi pernafasan menurun.
c.       Suhu tubuh rendah.
d.      Lendir mulut tidak ada.
e.       Ronchi paru tidak ada.
f.       Aktifitas otot dan tonus menurun.
g.       Bayi tertidur.
Pada saat ini kita perlu berhati-hati agar suhu tubuh tidak terus menurun.
2.      Periode reaktifitas II (periode ini berlangsung 2 sampai 5 jam)
Pada periode ini bayi terbangun dari tidur yang nyenyak, sistem saraf otonom meningkat lagi. Periode ini ditandai dengan:
a.       Kegiatan sistem saraf para simpatik dan simpatik bergantian secara teratur.
b.      Bayi menjadi peka terhadap rangsangan dari dalam maupun dari luar.
c.       Pernafasan terlihat tidak teratur kadang cepat dalam atau dangkal.
d.      Detak jantung tidak teratur.
e.       Reflek gag/gumoh aktif.
f.       Periode ini berakhir ketika lendir pernafasan berkurang.
3.      Periode III stabilisasi (periode ini berlangsung 12 sampai 24 jam)
Kedua pengkajian keadaan fisik tersebut untuk memastikan bayi dalam keadaan normal/mengalami penyimpangan.

2.1.7        Penatalaksanaan Awal Neonatus
a)      Mengeringkan dengan segera dan membungkus bayi dengan kain yang cukup hangat untuk mencegah hipotermi
b)      Menghisap lendir untuk membersihkan jalan nafas sesuai kondisi dan kebutuhan.
c)      Memotong dan mengikat tali pusat, memberi ntiseptik sesuai ketentuan setempat.
d)     Bonding Attacment (kontak kulit dini) dan segera ditetekan pada ibunya.
e)      Menilai apgar menit pertama dan menit kelima
f)       Memberi identitas bayi: Pengecapan telapak kaki bayi dan ibu jari ibu, pemasangan gelang nama sesuai ketentuan setempat
g)      Mengukur suhu, pernafasan, denyut nadi.
h)      Memandikan/membersihkan badan bayi, kalau suhu sudah stabil (bisa tunggu sampai enam jam     setelah         lahir)
i)        Menetesi obat mata bayi untuk mencegah opthalmia – neonate
j)        Pemeriksaan fisik dan antropometri
k)      Pemberian vitamin K oral/parenteral sesuai kebijakan setempat.
l)        Rooming in (rawat gabung): penuh atau partial
2.1.8        Prinsip Dasar Penanganan Neonatus
a)      Tujuan: menjaga jalan napas,   mempertahankan suhu tubuh, cegah infeksi & identifikasi
b)      Prinsip dasar: penanganan faktor-faktor risiko kematian perinatal( perdarahan, hipertensi kelahiran peterm,asfiksia dan hipotermi).
c)      > 50% kematian by pd masa neonatal mis krn hipotermi/ cold stress→hipoglikemi→ hipoksia→kerusakan otak/perdarahan otak
1)      Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan segera menangis spontan segera sesudah lahir, apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara:
a.       Meletakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
b.      Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi lurus dan kepala tidak menekuk, posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
c.       Bersihkan hidung, mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan yang dibungkus dengan kassa steril.
d.      Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan kain kering dan kasar, dengan rangsangan ini biasanya bayi akan segera menangis.
Kekurangan zat asam pada neonatus akan menyebabkan kerusakan otak. Sangat penting membersihkan jalan nafas, sehingga upaya bernafas tidak akan menyebabkan aspirasi lendir (masuknya lendir ke paru-paru).
a.       Alat penghisap lendir mulut atau penghisap lainnya yang steril, tabung oksigen dengan selangnya harus selalu siap di tempat.
b.      Segera lakukan usaha penghisap mulut dan hidung.
c.       Petugas harus memantau dan mencatat usaha nafas yang pertama.
d.      Warna kulit, adanya cairan atau mekanium dalam hidung atau mulut harus   diperhatikan.
Bantuan untuk memulai pernafasan mungkin diperlukan untuk mewujudkan ventilasi yang adekuat. Dokter atau tenaga medis lainnya hendaknya melakukan pemompaan bila setelah 1 menit bayi tidak benafas.
2)      Penilaian neonatus waktu lahir (assessmant at birth)
Keadaan umum neonatus dimulai 1 menit setelah lahir dengan penggunaan nilai APGAR. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Setiap penilaian diberi angka 0,1 dan 2 dari hasil penilaian tersebut apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10), asfiksia sedang-ringan (nilai apgar 4-6) atau asfiksia berat (nilai apgar 0-3). Bila nilai apgar dalam 2 menit belum mencpai nilai 7, maka harus dilakukan tindakan resasitasi lebih lanjut. Oleh karena bila bayi menderita asfiksia lebih dari 5 menit, kemungkinan terjadi gejala-gejala neurologik lanjutan kemudian hari lebih besar. Berhubungan dengan itu, menurut apgar dilakukan selain pada umur 1 menit juga pada umur 5 menit.
3)      Memotong tali pusat
Pemotongan tali pusat menyebabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu dan bayi, tali pusat dipotong sebelum dan sesudah plasenta lahir tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali apabila bayi tidak menangis, maka tali pusat segera dipotong untuk memudahkan melakukan reusitasi.
Tali pusat diklem dengan klem steril dengan jarak 3 cm dari tali pusat bayi lakukan pengarutan pada tali pusat dari ke klem ke arah ibu, dan kemudian pasang klm kedua pada sisi ibu 2 cm dari klem pertama, pegang tali pusat diantara kedua klem tersebut dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memotong tali pusat diantara kedua klem dengan gunting tali pusat steril, kemudian ikat puntung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan menggunakan benang steril atau penjepit tali pusat, lalu pengikat kedua dengan simpul kunci dibagian tali pusat pada sisi-sisi yang berlawanan atau pengikatan dapat pula menggunakan klem tali pusat dari plastik dan dirawat serta dibalut kassa steril. Pembalut tersebut diganti setiap hari dan setiap tali pusat basah/kotor. Tali pusat harus dipantau dari kemungkinan terjadinya perdarahan tali pusat.
4)      Mempertahankan suhu tubuh neonatus
Pada waktu bayi lahir, bayi mampu mengatur secara tetap suhu tubuhnya dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat, neonatus harus dibungkus dengan kain hangat karena suhu tubuuh bayi merupakan tolak ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai tubuhnya stabil.
Mekanisme kehilangan panas:
a)      Evaporasi adalah cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi.
b)      Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dan permukaan yang dingin.
c)      Konveksi adalah kehilangan panas pada saat bayi terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin.
d)     Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi pada saat bayi ditempatkan dekat benda-benda yang mempunyai temperatur lebih rendah dari temperatur tubuh bayi.
Cara pencegahan kehilangan panas:
1.      Keringkan bayi secara seksama.
2.      Selimut bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat.
3.      Tutup bagian kepala bayi.
4.      Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
5.      Jangan segera menimbang atau memandikan bayi.
6.      Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
5)      Memberikan vitamin K
Untuk mencegah perdarahan karena defesiensi vitamin K maka setiap bayi yang baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi Semua neonatus harus diberikan injeksi vitamin K1 profilaksis. Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1 (phytomenadione) injeksi dalam sediaan ampul yang berisi 10 mg Vitamin K1 per 1 ml. Cara pemberian profilaksis injeksi vitamin K1 adalah : Masukkan vitamin K1 ke dalam semprit sekali pakai steril 1 ml, kemudian disuntikkan secara intramuskular di paha kiri bayi bagian anterolateral sebanyak 1 mg dosis tunggal, diberikan paling lambat 2 jam setelah lahir sedangkan bayi resiko tingi diberi vitamin K parenferal dosis 0,5 – 1 mg (1 M).
6)      Memberi obat salep/tetes mata
Tetes mata/salep antibrotika yang diberi dalam waktu 2 jam pertama setelah kelahiran. Obat yang diberikan berupa tetes mata (larutan perat nitrat 1%) atau salep (salep mata eritromisin 0,5%) salep/tetes mata yang diberikan dalam 1 garis lurus, mulai dari bagian mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju bagian luar mata.
7)      Identifikasi bayi
Identifikasi bayi segera lakukan segera setelah bayi lahir dan ibu masih berdekatan dengan bayinya dikamar bersalin. Tanda pengenal bayi bisa menggunakan cap jari atau telapak kaki. Tanda pengenal bayi umumnya menggunakan secarik kertas putih atau berwarna merah/biru tergantung jenis kelamin dan ditulis nama (bayi nyonya), tanggal lahir, nomor bayi, unit. Setelah itu kertas dimasukkan dalam kantong plastik dengan pita diikatkan pada pergelangan tangan ibu, pengikatan pita hanya dapat dilepas atau digunting. Di setiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan nama, tanggal lahir, nomer identifikasi.
8)      Pemantauan neonatus
Tujuannya yaitu untuk mengetahui bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan neonatus yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan, serta tindak lanjut petugas kesehatan.
a.       Dua jam pertama sesudah lahir, yang dipantau:
1.      Kemampuan menghisap.
2.      Bayi tampak aktif atau lunglai.
3.      Bayi kemerahan atau biru.
b.      Sebelum penolong persalinan meninggalkan ibu dan bayinya, yang dipantau:
1.      Bayi kecil masa kehamilan atau kurang bulan.
2.      Gangguan pernafasan.
2.1.9        Pemberian ASI
a.       Bayi normal dapat disusui segera setelah lahir dangan menghisap mencegah perdarahan, perangsangan pembentukan ASI,terbina bonding
b.      Ibu dijelaskan manfaat ASI termasuk kolostrum
c.       Kontra indikasi ASI : mamae abses/ca, ibu sakit jantung berat/HIV/hepatitis dll
2.1.10    Kebutuhan Neonatus
                                     a.      Merawat tali pusat : sesudah /sebelum plac lepas tak masalah.
                                    b.      Menilai APGAR menit 1,5,10. Normal 7-10, asfiksia ringan 4-6 ,berat <3
                                     c.      Nutrisi: 12 jam I belum perlu, ini untuk memungkinkan bayi istirahat dan mengeluarkan lendir namun tergantung kebijakan masing-masing RS, saat ini bayi disusui segera dengan  ASI
                                    d.      Stimulasi,melalui sentuhan/ belaian/ pandangan menyusui. Saat ini stimulasi untuk merangsang pernafasan tak dianjurkan, kalau terpaksa isap lendir
                                     e.      Identifikasi
                                     f.      Kebersihan
                                    g.      Profilaksis: tetes mata, vit K
                                    h.      Mempertahankan suhu
                                      i.      Antropometri
                                      j.      Menentukan gestasi
                                    k.      Pakaian dan selimut
                                      l.      Posisi dan lingkungan: miring dengan kepala sedikit rendah, lingkungan hangat/tenang
2.1.11    Kelainan-Kelainan Pada Neonatus
Contoh kelainan-kelainan pada bayi baru lahir yang sering terjadi adalah sebagai berikut
a.       labioskisis dan labiopalatoskisis
b.      atresia esophagus
c.       atresia rektil dan anus
d.      hirschprung
e.       obstruksi billiaris
f.       omfalokel
g.      meningokel, ensefalokel
h.      hidrosefalus
i.        hipospadia
2.2  Ikterus
2.2.1   Definisi Ikterus
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis icterus tampak bila kadar bilirubin dalam serum adalah ≥5 ml/dL(85 µMol/L) disebut hiperbilirubin adalah keadaan kadar bilirubin serum ≥13 ml/Dl (Buku Panduan Pelatihan PONED, 2005).
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah icterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya kernicterus atau ensepalopati biliaris bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
2.2.2   Patofisiologi
Kurang lebih 80-85% bliirubin berasal dari penghancuran eritrosit yang tua. Sisanya 15-20 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropuesis yang infektif disumsum tulang, hasil metabolisme protein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P 450 hepatik ,katalase peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas. Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini, yaitu over produksi, penurunan ambilan hepatic, penurunan konjugasi hepatic, penurunan ekskresi bilirubin kedalam empedu akibat disfungsi intrahepatik atau mekanik ekstra hepatic.
1.        Over Produksi. Peningkkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat intravaskuler seperti kelainan auto imun ,mikroangiopati ,atau hemoglobinopati atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul yaitu ikterus hemolitik.
Konjugasi dan tranfer bilirubin berlangsung normal ,tetapi suplai bilirubi tidak terkonjugasi melampaui kemamapuan sel hati . Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah.
Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinemia. Tetapi pembentukan urobilirubin meningkat yang mengakibatkan peningkatkan ekskresi dalam urine dan feses. Beberapa penyebab ikterus hemolitik, hemoglobin abnormal (cikle sel anemia) Kelainan eritrosit (sferositosis herediter), antibody serum (Rh.Inkompatibilitas trasfuse ),Obat obatan.
2.        Penurunan Ambilan Hepatik. Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
3.        Penurunan konjugasi Hepatik. Terjadinya konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan oleh defisiensi enzim glukoronil trasperase.
4.        Penurunan Bilirubin ke dalam empedu. Hal ini terjadi akibat disfungsi intrahepatik dan ekstra hepatik tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit yang akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin kedalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. (http://winddyasih.blogspot.com/2008/10/hiperbilirubinemia.htmlnemia.htmlubinemia.html)
























Patofisilologi ikterus


1.                        -Produksi SDA berlebihan
2.                        - Ketidakmampuan hepar dalam konjugasi
3.                        - Defesiensi enzim glukoronil transferase
4.                        Gangguan intra/ ekstra hepatic
 
                        Globin                   protein (di serap tubuh)
SDM                heme                    bilirubin tak terkonjugasi (BEBAS)
                                                                       

                                                  Albumin  +
                                      Enzym glukoronil tranferase
 Bilirubin terkonjugasi  (TERIKAT)                                             Tidak terkonjugasinya bilirubin
 


                                                                                                     Akumulasi bilirubin di mukosa kulit
        Urobilirubin (urine)
                                            Starcobilin (feses)
                                                                                                   Ikterus                      komplikasi
                                              Usus bayi bebas bakteri                                         Kern ikterus karena                         menembus sawar otak (bersifat toksik)
                      Banyak mengandung beta glukoronidase
Hidrolisis
bilirubin direck        indireck              reabsorbsi lagi (sirkulasi enterohepatic)

2.2.3   Etiologi
Faktor yang bisa menyebabkan terjadinya ikterus, secara garis besar adalah:
1.      Produksi bilirubin berlebihan
a.       Hemolysis, adalah abnormal pecahnya sel darah merah pada janin atau neonates. Hal ini biasanya karena antibody yang di buat oleh ibu di tujukan terhadap sel darah merah bayi. Hal ini di sebabkan inkompatibilitas Rh atau terjadi ketika ada ketidakcocokan Antara jenis darah ibu dan bayi, yaitu perbedaan Antara golongan darah Rh ibu dan bayi.
b.      Perdarahan tertutup pada trauma kehamilan
c.       Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d.      Breast Milk Jaundice adalah suatu kelainan produksi ASI yang justru memicu peningkatan kadar billirubin dalam darah. Kelainan pada produksi ASI ini dipicu oleh adanya kandungan hormon progesteron dalam produksi ASI yang mengganggu proses penguraian billirubin oleh organ hati
e.       Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirect meningkat misalnya pada BBLR
f.       Kelainan congenital seperti (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2.      Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
3.      Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikro organisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati, dan darah merah seperti infeksi, toxoplasmosis dan sifilis, serta imaturitas hepar.
4.      Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatic
5.      Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruksi (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
Description: H:\tugas ew\unduhan.png
2.2.4        Metabolisme Bilirubin
1.    Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan hemoglobin (hem dan globin) pada system retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi biliverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjadi bilirubin indirect atau tidak tekonjugasi
2.    Transportasi
Bilirubin indirect kemudian ditransportasikan dalam aliran darah hepatic. Bilirubin diikat oleh proten pada plasma (albumin) selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler (protein Y) pada membrane dan ditransfer menuju hepatosit.
3.    Konjugasi
Bilirubin indirect atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil tranferase menjadi bilirubin direct terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.

4.    Ekskresi
Bilirubin direct yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke system empedu melalui membrane kanalikuler. Selanjutnya dari system empedu diekskresikan melalui saluran empedu ke system pencernaan (usus) dan diaktifkan serta diabsorbsi oleh bakteri atau flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direct yang tidak diabsorbsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin direct dan direabsorbsi melalui sirkulasi enterohepatik. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
Description: H:\tugas ew\unduhan (1).png

2.2.5        Klasifikasi
Ada 2 macam ikterus neonatorum :
a.       Ikterus Fisiologi
                                       1.         Ikterus yang timbul pada hari ke 2-3
                                       2.         Tidak mempunyai dasar patologis
                                       3.         Kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan
                                       4.         Tidak menyebabkan morbiditas pada bayi
                                       5.         Ikterus tampak jelas pada hari ke 5 dan 6 dan menghlang pada hari ke 10
                                       6.         Ikterus yang cenderung menjadi patologik adalah : Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir.
                                       7.         Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg % /lebih setiap 24 jam Ikterus yang disertai:
a)      Berat lahir kurang dari 2000 gram
b)      Masa gestasi kurang dari 36 minggu
c)      Asfiksia,hipoksia,dan sindroma gawat nafas pada neonatus
d)     Infeksi
e)      Trauma lahir pada kepala
f)       Hipoglikemia
g)      Hiperosmolaritas darah
h)      Proses hemolisis
i)        Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia < 8 hari atau 14 hari.
b.      Ikterus Patologis
                                       1.      Timbul kuning pada 24 jam pertama kehidupan
                                       2.      Kuning ditemukan pada umur 14 hari atau lebih
                                       3.      Tinja berwarna pucat
                                       4.      Kuning sampai lutut dan siku
                                       5.      Serum bilirubin total lebih dari 12,5 mg /dl pada bayi cukup bulan
                                       6.      Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih dalam 24 jam
                                       7.      Ikterus diserai dengan proses hemolisis ( inkompabilitas darah )
                                       8.      Bilirubin direk > 1 mg atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl atau 3 mg   dl/hari
                                       9.      Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi cukup bulan (Fitramaya, 2010).








Pembagian icterus menurut metode KRAMMER:
Derajat icterus
Daerah icterus
Perkiraan kadar bilirubin
Tindakan
I
Daerah kepala dan leher
5 mg %
-   Lakukan asuhan dasar pada neonates
-   Menyusu lebih sering
-   Menjemur bayi pada pagi hari pukul 7-8 ± 30 menit
II
Kepala badan sampai umbilikus
9mg%
-  Lakukan asuhan dasar pada neonatus
-   Menyusu lebih sering
-  Menjemur bayi pada pagi hari pukul 7-8 ± 30 menit
III
Kepala badan paha sampai lutut
11,4 mg%
-   Lakukan asuhan dasar pada neonates
-   Menyusu lebih sering
Menjemur bayi pada pagi hari pukul 7-8 ± 30 menit
SEGERA RUJUK
IV
Kepala badan ekstermitas pergelangan tangan dan kaki
12,4 mg%
SEGERA RUJUK
V
Kepala badan ekstermitas sampai ujung jari
16 mg%
SEGERA RUJUK
Klasifikasi dan pengobatan icterus menurut MTBM (2008):
TANYAKAN :
Apakah bayi kuning?
Jika ya, pada umur
berapa timbul kuning?

Apakah warna tinja bayi pucat?
LIHAT:
Lihat, adakah kuning pada bayi?

Tentukan  sampai di daerah manakah warna kuning pada bagian badan bayi?
Down Arrow: Klasifikasikan ikterus 


Tanda atau gejala
Klasifikasi
Tindakan/ pengobatan
·     timbul kuning pada hari pertama (< 24 jam) setelah lahir ATAU
·     kuning ditemukan pada lebih dari 14 hari ATAU
·     kuning sampai telapak tangan atau kaki ATAU
·     tinja berwarna pucat
IKTERUS BERAT
·   cegah agar gula darah tidak turun
·   nasihati cara menjaga bayi tetap hangat selama perjalanan
·   RUJUK SEGERA
·     Timbul kuning pada umur ≥ 24 jam sampai ≤14 hari dan tidak sampai telapak tangan atau kaki

IKTERUS
·   Lakukan asuhan dasar bayi
·   Menyusu lebih sering
·   Nasehati kapan kembali segera
·   Kunjungan ulang 2 hari
·     Tidak kuning
TIDAK ADA IKTERUS
·   Lakukan asuhan dasar bayi muda

2.2.6        Penatalaksanaan
Proses pengelolaan hiperbilirubinemia sat ini adalah mengendalikan konsentrasi bilirubin supaya tidak mencapai nilai tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya kern-ikterus. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung dari keadaan penderita dan penyebabnya. Selain itu penangannya harus disesuaikan dengan kemajuan ilmu dan penelitian di bidang kedokteran.
Cara pengendalian hiperbilirubinemia yang dapat dilakukan, adalah menstimulasi konjugasi bilirubuin, misalnya dengan glukosa atau pemberian albumin; menambah zat-zat yang kurang dalam trasportasi fotoisomerisasidengan terapi sinar; membatasi siklus eterohepatik, misalnya dengan memberikan minum oral secara dini, pemberian kolesteramin (questran); mengeluarkan bilirubin secara mekanis secara mekanis dengan transfusi tukar; serta mengatasi penyebab bila mungkin.
Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan:
1.    Menghilangkan anemia
2.    menghilangkan antibody maternal dan eritrosit tersensitasi
3.    Meningkatkan badan serum albumin
4.    Menurunkan serum bilirubin
Metode terapi pada hiperbilirubinemia meliputi:
1.      Fototerapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin dan produk lainnya disebur lumirubinmmm dan produk oksidan. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia. Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
a.         Cara kerja fototerapi:
1.      Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut  dalam air untuk di eksresikan melalui empedu atau urin.
2.      Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.
3.      Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang    dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.
4.      Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.
5.      Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu
6.      Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
7.      Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
8.      Foto therapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
b.      Kriteria alat:
                                                 1.            Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.
                                                 2.            Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
                                                 3.            Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
                                                 4.            Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes.

c.       Prosedur pemberian fototerapi:
A.    Persiapan
1.      Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C.
2.      Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.
3.      Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering):
a.       Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
b.      Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.
4.      Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi
B.     Pemberian Terapi sinar
1.      Tempatkan bayi di bawah terapi sinar
a.       Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.
b.      b.Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik
2.      Seluruh pakaian dilepas kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kassa. Tujuannya adalah untuk mencegah efek cahaya yang berlebihan dari lampu. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayibelum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi resiko terhadap organ reproduksinya seperti kemandulan
3.      Balikkan bayi setiap 3 jam
4.      Pastikan bayi diberi makan.
5.      Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling< setiap 3 jam
6.      Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata
7. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh:pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.
8. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar .
9. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar .
10. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.
11. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:
12. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar .
13. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
14. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C - 37,5 0C.
15. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus:
16. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL
17. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.
18. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.
19. Setelah terapi sinar dihentikan:
20. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis.
21. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.
22. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.
23. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila   bayi bertambah kuning
d.      Komplikasi terapi sinar
Kelainan
Mekanisme yang mungkin terjadi
Bronze baby syndrome
Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran bilirubin
Diare
Bilirubin indirek menghambat laktase dan peningkatan cairan empedu  ke usus sehingga peristaltik meningkat
Hemolisis
Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit
Dehidrasi
Bertambahnya Insensible Water Loss (30-100%) atau peningkatan kehilangan air yang tidak terasa karena menyerap energi foton
Ruam kulit
Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamine

e.       Tabel Terapi
Berikut tabel yang menggambarkan kapan bayi perlu menjalani fototerapi dan penanganan medis lainnya, sesuai The American Academy of Pediaatrics (AAP) tahun 1994 Bayi lahir cukup bulan (38 – 42 minggu) berdasarkan kadar bilirubin indirek:
Usia (jam)
Pertimbangan terapi sinar
Terapi sinar
Transfusi tukar bila terapi sinar intensif gagal
Transfusi tukar dan terapi sinar intensif
-
Kadar bilirubin
Indirect serum
Mg/dl
-
<24
-
-
-
-
25-48
>11,8
>15,3
>20
  >25,3
49-72
>15,3
>18,2
>25,3
>30
>72
>17
>20
>25,3
>30

Panduan Terapi Bayi lahir kurang bulan berdasarkan kadar bilirubin indirek
Usia (jam)
Berat lahir <1500g kadar biliirubin
BL 1500-2000g kadar bilirubin
BL >2000g kadar bilirubin
<24
>4
>4,1
>5
25-48
>5
>7
>8,2
49-72
>7
>9,1
>11,8
>72
>8,2
>10
>14,1


Panduan tranfusi tukar bayi kurang bulan berdasarkan kadar bilirubin indirek
Usia (jam)
BL < 1500 g
kadar bilirubin (mg/dl)
BL 1500-2000g
Kada bilirubin (mg/dl)
BL > 2000g
Kadar bilirubin (mg/dl)
<24
               >10-15
> 15
>15,9-18,2
25-48
>10-15
> 15
>15,9-18,2
49-72
>10-15
> 15,9
>17,0-18,8
>72
>15
> 17
>18,2-20,0

(Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
2.      Transfuse pengganti atau imediat
Diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.      Titer anti Rh lebih dari 1: 16 pada ibu
2.      Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3.      Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4.      Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5.      Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6.      Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7.      Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
·      Transfusi pengganti digunakan untuk:
1.      Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah  merah terhadap antibody maternal
2.      Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3.      Menghilangkan serum ilirubin
4.      Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin.
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
·         Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar
1.      Darah yang digunakan golongan O.
2.      Gunakan darah baru (usia < 7 hari), whole blood. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.
3.      Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatchedterhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan jugacrossmatched terhadap bayi.
4.      Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatchedterhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
5.      Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
6.      Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dancrossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.
7.      Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) —- 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.
8.      SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.
9.      ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.
10.  PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.
·           Teknik Transfusi Tukar
Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O rhesus positif.
1.      Pelaksanaan tranfusi tukar :
a.       Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan, pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.
b.      Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap  serta terjaga sterilitasnya.
c.       Persiapan Alat.
a)      Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap
b)      Lampu pemanas dan alat monitor
c)      Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril
d)     Masker, tutup kepala dan gaun steril
e)      Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah
f)       Set tranfusi 2 buah
g)      Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath
h)      Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah
i)        Selang pembuangan
j)        Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis
k)      Meja tindakan.
2.      Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
a)      Emboli (emboli, bekuan darah), thrombosis
b)      Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikem
c)      Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
d)     Perforasi pembuluh darah.
3.      Komplikasi tranfusi tukar
a)      Vaskular: emboli udara atau trombus, thrombosis
b)      Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
c)      Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
d)     Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
e)      Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
f)       Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
4.      Perawatan pasca tranfusi tukar:
a)      Lanjutkan dengan terapi sinar
b)      Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi.
5.      Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar :
a)      Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang tua penderita.
b)      Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya.
c)      Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres dengan NaCl fisiologis.
d)     Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin-bilirubin di dalam darah meningkat sebelum tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra indikasi atau tranfusi tukar harus segera dilakukan.
e)      Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah.
f)       Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar
g)      Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah).
6.      Jumlah Darah Donor yang Dipakai
Jika darah donor yang diberikan berturut-turut 50 mL/kgBB, 100 mL/kgBB, 150 mL/kgBB dan 200 mL/kgBB maka darah bayi yang terganti berturut-turut adalah sebagai berikut: 45%, 70%, 85-85% dan 90%.
7.      Pemasangan Kateter Vena Umbilikalis/Abbocath
a)      Bayi diletakkan dalam posisi terlentang. Fiksasi  lengan dan tungkai, dijaga agar tidak banyak bergerak (diikat longgar)
b)      Pasang alat monitor yang dibutuhkan (neonatal monitoring). Suhu bayi dipertahankan pada suhu optimal atau jika ada meja resusitasi bayi diletakkan di bawah lampu pemanas/sorot dengan jarak 2 meter.
c)      Semua tindakan harus dilaksanakan secara aseptik dan antiseptik, personil yang terlibat langsung harus memakai gaun, sarung tangan, dan masker steril
d)     Bersihkan daerah sekitar tali pusat atau tempat lain yang akan dipasang abbocath dengan cairan antiseptik, tutup dengan kain steril yang berlubang ditengahnya sehingga tampak tali pusat atau daerah yang akan dipasangkan abbocath
e)      Jika dilakukan melalui vena umbilikalis, bersihkan dengan betadine 10%, tali pusat dipotong kurang lebih 1 cm di atas dasar/kulit abdomen dengan skalpel/pisau steril
f)       Jika tali pusat kering, lunakkan dengan kompres NaCl fisiologis selama ½ – 1 jam
g)      Vena umbilikalis dicari dan masukkan kateter vena sesuai ukuran bayi, diisi NaCl fisiologis. Kateter dimasukkan sampai (1) tampak ada darah mengalir dari tubuh bayi atau (2) pada posisi aman, yaitu ujung kateter sedikit di atas diafragma dan di dalam vena cava inferior (ukuran sekitar panjang dari bahu kiri/kanan ke tali pusat kemudian diukur ke diagram khusus ukuran kateter tali pusat). Kateter harus diisi cairan untuk mencegah emboli udara.
h)      Setelah kateter vena umbilikalis terpasang dilakukan fiksasi dengan jahitan melingkari kulit/tali pusat diameter 1,5 cm dengan benang sutra steril
i)        Jika kateter gagal dipasang di vena umbilikalis, tranfusi dapat dilakukan di vena saphena magna
j)        Kateter atau abbocath dihubungkan dengan three way stopcock, bagian depan dengan selang infus donor dan bagian belakang dengan selang infus pembuangan yang telah dihubungkan dengan botol kosong di bawah botol tindakan(1).
8.      Pelaksanaan Tranfusi Tukar
a)      Mula-mula darah bayi dihisap sebanyak 10–20 mL atau tergantung berat badan bayi, jangan melebihi 10 % dari perkiraan volume darah bayi
b)      Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada three way stopcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat memakai darah ini karena belum bercampur dengan darah donor
c)      Masukkan darah donor dengan jumlah yang sama secara perlahan-lahan. Kecepatan menghisap dan mengeluarkan darah sekitar 2 mL/kgBB/menit
d)     Setelah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar dalam sirkulasi
e)      Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama sampai target transfusi tukar selesai
f)       Catat setiap kali darah yang dikeluarkan dan yang masuk pada lembaran observasi transfusi tukar
g)      Jika memakai darah dengan pengawet asam sitrat atau stearat fosfat (ACD/PCD) setiap tranfusi 100 mL diberikan 1 mL kalcium glukonas 10 % intra vena perlahan-lahan. Pemberian tersebut terutama bila kadar kalsium sebelum tranfusi < 7,5 mg/dL. Bila kadarnya di atas normal maka kalsium glukonas tidak perlu diberikan. Pemberian larutan kalsium glukonas harus dilakukan secara perlahan-lahan karena bila terlalu cepat dapat mengakibatkan timbulnya bradikardi atau cardiac arest. Beberapa peneliti menganjurkan untuk tidak memberikan kalsium kecuali pada pemeriksaan fisik dan elektrokardiografi menunjukkan adanya tanda-tanda hipokalsemia
h)      Selama tindakan semua tanda-tanda vital harus diawasi denganneonatal monitoring
i)        Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan pasca transfusi tukar.
j)        Jika tidak diperlukan transfusi tukar ulang, lakukan jahitan silk purse string atau ikatan kantung melingkari vena umbilikalis. Ketika kateter dicabut jahitan yang mengelilingi tali pusat dikencangkan.
3.      Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
2.2.7        Komplikasi
1.    Bronze baby yaitu berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran ilirubin
2.    Diare karena bilirubin indirek menghambat laktase
3.    Hemolisis ,Dehidrasi dan ruam kulit
4.    Retardasi mental- kerusakan neurologis
5.    Kematian ( Fitramaya, 2010).
2.2.8        Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a.    Pengawasan antenatal yang baik
·      Deteksi ketidak cocokan rhesus (inkompatibilitas Rh)
·      Riwayat ikterus pada kehamilan sebelumnya
·      Pernah atau tidak menggunakan obat-obatan asetosal selama kehamilan
b.    Menghindari obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi, pada masa kehamilan dan kelahiran misalnya : Sulfafurazol, oksitosin dan lain-lain.
Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.
Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:
a.    Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )
b.    Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )
c.    Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole)
d.   Penicilin ( propicilin, cloxacillin ) Lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray ).
c.    Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
Ikatan bilirubin dengan protein dapat terganggu ketika ada gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d.   Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.
e.  Iluminasi yang baik bangsal bayi baru lahir (fototerapi) untuk mencegah peningkatan kader bilirubin indirek.
f.  Pemberian makanan yang dini
Jangan menunda memberi ASI, didalam usus terdapat bakteri enteric normal yang memecahkan bilirubin menjadi urobilinogen dan starcobilin juga meningkatkan aktivitas enzim betaglukoronidase, yang menghidrolisis bilirubin yang terkonjugasi kembali menjadi bilirubin tak terkonjugasi (jika bilirubin diabsorikan kembali kedalam system). Jika ASI ditunda, motilitas usus menurun, selanjutnya mengganggu eskresi bilirubin yang tak terkonjugasi.
g.  Pencegahan infeksi. Infeksi dapat menyebabkan lisis eritrosit yang terlalu cepat, sehingga dapat meningkatkan produksi bilirubin.

2.3      Manajemen Asuhan Kebidanan NCBSMK dengan ikterus derajat II
1.      Pengertian dasar manajemen kebidanan
a.       Manajemen kebidanan adalah pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah penemuan-penemuan dan ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan logis untuk mengambil suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2004; h. 32).
b.      Asuhan Kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan terhadap klien (Varney, 2004; h. 32).
  1. Langkah-langkah manajemen kebidanan
Tujuh langkah manajemen kebidanan menurut Varney (2004; h. 32)  adalah sebagai berikut:
a.       Langkah I : Pengkajian
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan keadaan pasien. Langkah ini merupakan langkah awal untuk menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi. Data dasar ini meliputi data subyektif, data obyektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan keadaan pasien yang sebenarnya.
b.      Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini mengidentifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan diagnosa kebidanan dan masalah yang spesifik.
c.       Langkah III : Identifikasi Masalah dan Diagnosa Potensial
Pada langkah ini diidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan. 
d.      Langkah IV : Identifikasi Tindakan Segera
Langkah ini mengidentifikasi perlunya tindakan atau masalah potensial untuk ditangani atau segera dikonsultasikan dengan dokter sesuai dengan keadaan pasien. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin memerlukan konsultasi dan kolaborasi dengan dokter sehingga bidan harus mampu mengevaluasi setiap keadaan pasien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan pasien.
e.       Langkah V : Perencanaan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari keadaan pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti yang diperkirakan akan terjadi berikutnya. Apakah dibutuhkan konseling penyuluhan dan apakah perlu merujuk pasien bila ada masalah yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, kultural, atau masalah psikologis.
f.       Langkah VI : Pelaksanaan atau Implementasi
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah V dilaksanakan secara efektif. Perencanaan ini biasa dilakukan sepenuhnya oleh bidan atau tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi tetap bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.
g.      Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan di dalam diagnosa potensial.
  1. Metode pendokumentasian SOAP
Menurut Pusdiknakes (2003; h. 41), SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis, dan tertulis. Metode SOAP ini disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk pendokumentasian asuhan pasien dalam rekam medis pasien sebagai catatan kemajuan.
Menurut Jannah (2011; h.48) adalah :
a.       Subjektive (S)
Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
b.      Objektif (O)
Menggambarkan hasil dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.
c.       Assessment (A)
Menggambarkan dokumentasi hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi.
1)        Diagnosis / masalah
2)        Antisipasi diagnosis / kemungkinan masalah.
3)        Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi / kolaborasi, dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney.
d.      Planning (P) 
Menggambarkan dokumentasi tingkatan (I) dan evaluasi perencanaan (E) berdasarkan pengkajian langkah 5, 6, dan 7 Varney.
Hubungan manajemen kebidanan dan metode pendokumentasian dengan SOAP dapat lihat sebagai berikut.
Tabel 2.3    Hubungan manajemen kebidanan dan metode pendokumentasian dengan SOAP
Langkah Manajemen Kebidanan Menurut Varney
Langkah dalam Pendokumentasian Dengan SOAP
Langkah 1
(Pengkajian Data)
Pengumpulan data Subyektif (S)
Pengumpulan data Obyektif (O)
Langkah 2
(Antisipasi Masalah)

Perumusan Assessment (A) atau analisis dari data subyektif dan Obyektif
Langkah 3
(Antisipasi Masalah)
Langkah 4
(Tindakan Segera)
Langkah Manajemen Kebidanan Menurut Varney
Langkah dalam Pendokumentasian Dengan SOAP
Langkah 5
(Perencanaan)

Pembuatan Planning (P) yang merupakan Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Asuhan.
Langkah 6
(Pelaksanaan)
Langkah 7
(Evaluasi)

  1. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan Pada Neonatus Lahir dengan Ikterus
Manajemen atau asuhan segera pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang diberikan pada bayi pada jam pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sampai 24 jam setelah kelahiran (Sudarti, 2010; h. 83).
Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir bertujuan untuk memberikan asuhan yang adekuat dan berstandar pada bayi baru lahir dengan memperhatikan riwayat bayi selama kehamilan, dalam persalinan dan keadaan bayi segera setelah dilahirkan (Sudarti, 2010; h. 83).
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, adalah terlaksananya asuhan segera atau rutin pada bayi baru lahir termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosa, mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan (Sudarti, 2010; h. 83).
1.    Data Subjektif
Langkah I : Pengkajian
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan bayi baru lahir (Sudarti, 2010; h. 83).
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Data yang dikumpulkan terdiri dari data subjektif dan data objektif.
a.    Biodata
1)      Nama bayi : untuk mengetahui identitas bayi (Sudarti, 2010; h. 93).
2)      Umur bayi : untuk mengetahui berapa umur bayi yang nanti akan disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan (Sudarti, 2010; h. 93). Dan untuk mengetahui tingkat keparahan ikterus yaitu jika timbul pada 24 jam sesudah kelahiran termasuk ikterus patologis sedangkan jika timbul pada hari kedua-ketiga termasuk ikterus fisiologis.
3)      Tanggal/jam lahir : untuk mengetahui kapan bayi baru lahir, sesuai atau tidak dengan perkiraan lahirnya (Sudarti, 2010; h. 93). Dan untuk mengetahui tingkat kenaikan kadar billirubin pada bayi cukup bulan atau bayi kurang bulan.
4)      Jenis kelamin : untuk mengetahui jenis kelamin bayi dan membedakan dengan bayi yang lain.
5)       Nama ibu/ayah : untuk mengetahui nama penanggung jawab (Sudarti, 2010; h. 93).
6)      Umur ibu/ayah : untuk mengetahui umur penanggung jawab (Sudarti, 2010; h. 93).
7)      Suku bangsa : untuk mengetahui bahasa sehinga mempermudah dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien (Varney, 2004; h.31).
8)      Agama : dengan diketahui agama pasien, akan mempermudah dalam memberikan dukungan mental dan dukungan spiritual dalam proses pelaksanaan asuhan kebidanan.
9)      Pendidikan orang tua : tingkat pendidikan akan mempengaruhi sikap dan perilakukesehatan. Dikaji untuk mempermudah penulis dalam menyampaikan informasi pada pasien (Wiknjosastro, 2006; h. 56).
10)   Pekerjaan : mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan kesehatan pasien dan untuk menilai sosial ekonomi pasien (Mochtar, 2000; h. 78).\
11)  Alamat : mempermudah hubungan dengan anggota keluarga yang lain apabila diperlukan dalam keadaan normal (Wiknjosastro, 2006; h. 56).
b.      Riwayat kehamilan ibu
Untuk mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT), hari perkiraan lahir (HPL), frekuensi pemeriksaan Ante Natal Care (ANC), yang memeriksa, keluhan, dan imunisasi (Wiknjosastro, 2006; h.57). Komplikasi kehamilan (ibu menderita DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) (Surasmi, 2003; h. 68). Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil yang menyebabkan ikterus (sulfa, anti malaria, nitro furantoin, aspirin) dan riwayat ikterus pada anak sebelumnya (Depkes, 2007; h. 8-14).
c.       Riwayat persalinan
Yang perlu dikaji pada saat persalinan adalah : jenis persalinan, penolong persalinan, lama persalinan, tanda gawat janin, masalah selama persalinan, pecah ketuban : spontan atau dipecah oleh petugas kesehatan, jam saat ketuban dipecahkan, komplikasi selama persalinan (Maryunani, 2008; h. 67).
d.      Riwayat kebutuhan nutrisi
Nutrisi terbaik untuk bayi baru lahir adalah ASI yang dapat diberikan segera setelah bayi lahir, pemberiannya on demand atau terjadwal sesuai kebutuhan bayi. Menurut WHO (2009; h. 45), kebutuhan cairan yang dibutuhkan bayi (mL/kg) dengan berat badan >1500 g, yaitu :
1)      Hari 1 : 60cc/kgBB/hari
2)      Hari 2 : 80cc/kgBB/hari
3)      Hari 3 : 100cc/kgBB/hari
4)      Hari 4 : 120cc/kgBB/hari
5)      Hari 5+ : 150cc/kgBB/hari
Memberikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160ml/kg berat badan per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum.
2.      Data Objektif
a.   Penilaian bayi waktu lahir
Keadaan umum dinilai satu menit pertama setelah lahir dengan menggunakan nilai APGAR score. Dari penilaian itu dapat diketahui apakah bayi normal (nilai APGAR 7-10) asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6) asfiksia berat (niali APGAR 0-3) bila sampai 2 menit nilai APGAR tidak sampai 7 maka bayi harus diresusitasi lebih lanjut, oleh karena itu bila bayi menderita asfiksia lebih dari 5 menit kemungkinan akan terjadi gejala neurologi lanjutan dikemudian hari yang lebih besar oleh karena itu penilaian APGAR dilakukan selain pada umur 1 menit juga pada umur 5 menit. (Wiknjosastro, 2007; h. 712).
b.       Tanda-tanda vital
1)      Tanda-tanda vital pada bayi normal menurut Frasser (2009; h. 710) meliputi :
a)      Suhu aksila : 36 - 370C.
b)      Nadi : 120-160 x/menit.
c)      Respirasi : 30-60 kali per menit.
2)      Pemeriksaan Antropometri pada bayi normal menurut Djitowiyono (2010; h. 61) adalah :
a)      Berat badan  2500 - 4000 gram.
b)      Panjang badan 48 - 52 cm.
c)      Lingkar dada 30 – 38 cm.
d)     Lingkar kepala 33 – 35 cm
Bayi biasanya mengalami penurunan berat badan dalam beberapa hari pertama yang harus kembali normal pada hari ke-10. Bayi dapat ditimbang pada hari ke-3 atau ke-4 untuk mengkaji jumlah penurunan berat badan, tetapi bila bayi tumbuh dan minum dengan baik, hal ini tidak diperlukan. Sebaiknya dilakukan penimbangan pada hari ke-10 untuk memastikan bahwa berat badan lahir telah kembali (Johnson, 2005; h. 277).
c.    Pemeriksaan fisik
1)        Kepala : memeriksa ubun-ubun, sutura, moulase, caput succedaneum, cephal hematoma, hidrosefalus, ubun-ubun besar, ubun-ubun kecil (Sudarti, 2010; h. 87).
2)        Muka : memeriksa kesimetrisan muka, kulit muka tipis dan keriput (Maryunani, 2008; h.87). Bayi ikterus warna kulit terlihat kuning (Suriadi, 2006; h. 133).
3)        Mata : memeriksa bagian sklera pucat atau kuning dan konjungtiva apakah merah muda atau tidak (Varney, 2007).
4)        Hidung : memeriksa lubang hidung tampak jelas, biasanya berisi cairan mukosa (Maryunani, 2008; h. 87).
5)        Mulut : memeriksa reflek hisap, menelan serta batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisannya melengking (Surasmi, 2003; h. 68).
6)        Telinga : memeriksa kesimetrisan letak dihubungkan dengan mata dan kepala (Sudarti, 2010; h. 87).
7)        Leher : memeriksa pembengkakan dan benjolan (Sudarti, 2010; h. 87).
8)        Dada : memeriksa bentuk dada, putting susu, bunyi jantung dan pernafasan (Sudarti, 2010; h. 87).
9)        Abdomen : memeriksa distensi abdomen, defek pada dinding perut atau tali pusat dimana usus atau organ perut yang lain keluar, untuk melihat bentuk dari abdomen (Kosim, 2005).
10)    Punggung : memeriksa spina bifida, mielomeningokel. (Sudarti, 2010; h. 87).
11)    Genitalia : memeriksa bagian genitalia jika perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, sedangkan laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada (Djitowiyono, 2010; h. 61).
12)    Anus : memeriksa terdapat lubang anus (Maryunani, 2008; h. 97).
13)    Ekstremitas : memeriksa posisi, gerakan, reaksi bayi bila disentuh, dan pembengkakan (Sudarti, 2010; h. 86). Bayi ikterus terlihat hipotonus (Surasmi, 2003; h. 68).
d.                  Refleks
1)         Refleks moro: timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba digerakkan (Saifuddin, 2006; h. 138).
2)         Refleks rooting: bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi (Saifuddin, 2006; h. 138).
3)         Refleks graphs : refleks genggaman telapak tangan dapat dilihat dengan meletakkan pensil atau jari di telapak tangan bayi (Frasser, 2009; h. 722).
4)         Refleks sucking : terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap benda yang ditempatkan di mulut mereka (Frasser, 2009; h.722). refleks menghisap pada bayi ikterus kurang (Surasmi, 2003; h. 68).
5)         Refleks tonicneck : pada posisi telentang, ekstremitas di sisi tubuh dimana kepala menoleh mengalami ekstensi, sedangkan di sisi tubuh lainnya fleksi (Frasser, 2009; h. 722).
e.       Eliminasi
Pengeluaran pertama pada 24 jam pertama adalah mekonium dan urin (Maryunani, 2008; h.97). bayi yang normal berkemih (6-8 kali sehari) dan buang air besar dalam sehari (3-4 kali perhari pada hari ke-3 sampai hari ke-4, 4-6 kali perhari pada hari ke-4 sampai ke-6, 8-10 kali perhari dari usia 1 minggu hingga 1 bulan (Schwartz, 2005, h. 68). Bayi ikterus urin dan tinja terlihat pekat, warna seperti teh (Surasmi, 2003; h. 68).
f.                   Data penunjang
Data penunjang adalah data yang diperoleh selain dari pemeriksaan fisik (Matondang, 2003). Data penunjang meliputi pemeriksaan Hb dan golongan darah serta USG dan rontgen (Manuaba, 2007). Pemeriksaan laboratorium bayi ikterus adalah Rh darah ibu dan janin berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm lebih 12,5 mg/dL, premature lebih 15 mg/dL (Surasmi, 2003; h. 68).
3.      Assesement
Langkah II : Interpretasi Data
Untuk melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa yang berdasarkan interpretasi diatas, pada langkah ini data dikumpulkan dan diinterpretasikan menjadi masalah atau menjadi diagnosa kebidanan (Varney, 2004; h. 23).
a.       Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup kebidanan (Varney, 2007)
Diagnosa : NCB, SMK, ikterus neonatorum umur …. hari (Kepmenkes nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007).
b.      Masalah
Merupakan hal – hal yang berkaitan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnose (Varney, 2007). Masalah-masalah yang sering dijumpai pada bayi baru lahir dengan ikterik adalah gangguan sistem pernafasan, reflek hisap, dan menelan minuman, kesadaran menurun atau sering tidur (Manuaba, 2007).
Langkah III : Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. (Sudarti, 2010; h. 88).
Langkah IV : Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau ada hal yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai kondisi bayi, contohnya adalah pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi dan pemantauan perkembangan ikterus (Sudarti, 2010; h. 88).
4.      Planning
Langkah V : Perencanaan
Merencanakan asuhan yang rasional sesuai dengan temuan pada langkah sebelumnya (Sudarti, 2010; h. 88). Rencana asuhan dari diagnosa yang akan diberikan dalam kasus bayi baru lahir dengan ikterus fisiologis (Ngastiyah, 2005)
Langkah VI : Pelaksanaan
Menurut Varney (2007), pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima, dilaksanakan secara efisien dan aman. Penatalaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh klien atau tenaga kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi dia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan penatalaksanaan manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan pada bayi baru lahir dengan ikterik.
Langkah VII : Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, mengulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif (Sudarti, 2010; h.88).













BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian     : 17 April 2014
Jam                              : 15.30 WIB
No Register                  : 100915401

LANGKAH I PENGKAJIAN DATA

A.    Data Subyektif
1.      Identitas Bayi
Nama Bayi                        : By. Ny “S”
Umur                                : 1 Hari
Tanggal/Jam Lahir            : 16 April 2014/ 19.55 WIB
Jenis Kelamin                   : Perempuan
BB/PB                              : 3200gram/50cm
2.      Identitas Orang Tua
Nama Ibu      :  Ny. “S”                            Nama Suami    : Tn “S”
Umur            :  28 tahun                           Umur               : 30 tahun
Agama          :  Islam                                Agama            : Islam
Pendidikan   :  SMP                                 Pendidikan      : SMA
Pekerjaan      :  IRT                                  Pekerjaan         : Swasta (Karyawan Pabrik)
Alamat          :  Selomangleng, Sukorame
3.      Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
a.       Riwayat kehamilan
Ibu mengatakan hamil kedua, HPHT 9 juli 2013 dan TP nya 16 april 2014, Ibu periksa setiap bulan di BPS Ny. “A”, Ibu selama hamil tidak ada keluhan. Ibu mendapatkan suntik TT 2 x, ibu tidak pernah menderita penyakit yang dapat mempengaruhi BBL, seperti kencing manis, sakit kuning, jantung, asma, toxo, kejang, ginjal, tekanan darah tinggi dan batuk rejan. Ibu makan 2-3 kali setiap hari selama hamil. Ibu mengkonsumsi jamu-jamuan, ibu tidak pernah merokok dan tidak mengkonsumsi obat-obatan.
b.      Riwayat persalinan
Ibu mengatakan usia kehamilan ini 9 bulan. Bayi lahir tanggal 16 April 2014 jam 19.55 WIB, lahir normal, BB : 3200 gram, PB : 50 cm, ketuban jernih, letak kepala dan ditolong oleh bidan.
c.       Riwayat kebutuhan dasar
Bayi minum Air Susu Ibu, Bayi BAK 1 kali, BAB 1 kali dengan konsistensi lembek, warna hitam kehijauan (mekonium), Bayi bisa istirahat/tidur dengan baik + 8 jam, Bayi menangis kuat (bayi menangis bila haus, BAK dan BAB)
B.     DATA OBYEKTIF
1.      Pemeriksaan Umum
KU                              : Cukup
Kesadaran                   : Composmentis
TTV                            : HR : 140x/menit
            RR                   : 40x/menit
            Suhu                : 36,8 C
Berat badan                : 3200 gram
Panjang badan                        : 50 cm
Lingkar dada              : 34 cm.
Lingkar kepala            : 33 cm
Lingkar lengan atas    : 11 cm
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi    : Kepala           : Tidak ada kaput succedaneum, tidak ada cephal
   hematoma, rambut hitam
Muka             : Simetris, tampak kuning
Mata              : Simetris, Sclera kuning
Telinga           : Simetris
Hidung          : Simetris, tidak ada kotoran dan serumen, tampak kuning
Mulut             : Simetris, Tidak ada labiokisis kering
Leher             : Tampak kuning
Dada              : Simetris, tampak kuning
Perut              : Tampak kuning
Tali pusat       : Tidak ada perdarahan, dan tampak basah
Punggung      : Tidak ada spina bivida
Genetalia       : Labia mayora menutupi labia minora
Ekstremitas atas        : Jari tangan lengkap
Ekstremitas bawah    : Jari kaki lengkap
Anus              : (+) berlubang
b.      Palpasi      : Ubun ubun    : Membuka
   Mulut           : Tidak ada labiokisis dan labiopalatakisis
   Leher            : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
   Punggung     : Tidak ada spina bivida
c.       Auskultasi: Dada             : Tidak terdengar wheezing dan ronchi
   Perut             : Terdengar bising usus 4x/m
d.      Perkusi     : Perut              : Tidak kembung
3.      Pemeriksaan neurologis
a.       Reflek moro : Kuat saat dikejutkan oleh suara atau gerakan, bayi akan kaget.
b.      Reflek rooting : Lemah, saat dilakukan sentuhan pada pipi, kepala bayi sedikit menoleh ke arah sentuhan.
c.       Reflek sucking : Lemah, saat diberi rangsangan pada bibir bayi, bayi menghisap dengan lemah.
d.      Reflek Grasping : Kuat, bayi menggenggam kuat saat telapak tangan disentuh.
e.       Reflek Plantar : Lemah, kaki bayi sedikit bergerak ke atas dan ke bawah saat disentuhkan ke permukaan yang keras.
f.       Reflek Tonick neck : Lemah, saat bayi ditengkurapkan maka kepala akan menengadah ke atas dan berputar.


LANGKAH II. INTERPRETASI DATA

Tanggal 17 April 2014, Pukul 16.00 WIB
Diagnosa         : NCBSMK usia 1 hari dengan ikterus derajat II
Dasar               : Data Subjektif : Ibu   mengatakan   usia   kehamilan   9   bulan.   Bayi   lahir
perempuan tanggal 16 April 2014 jam 06.00 WIB dengan persalinan normal.
Bayi malas minum dan terlihat kuning
Data Objektif               : KU : Cukup, Kes : Composmentis
                                                     HR : 140x/menit, RR : 40x/menit
                                                     Suhu : 36,8 C
                                                     Inspeksi : Muka tampak kuning, Sclera kuning, Mulut kering,
                                                                     Kulit kering Leher, dada hingga umbilikus tampak
                                                                     kuning
                                                    Palpasi : Turgor kulit jelek
    Reflek moro, rooting, sucking, grasping, plantar, tonick neck
    lemah.
Masalah
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
Dasar : Data Subjektif : Ibu mengatakan bayi malas minum dan terlihat kuning
             Data Objektif : Kulit kering,  turgor   jelek   dan   kelihatan   kuning  pada daerah muka
  sampai   umbilicus.  Reflek  moro,  rooting,  sucking,  grasping, plantar,
  tonick neck lemah

LANGKAH III ANTISIPASI DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL

Potensial terjadi komplikasi icterus derajat II

LANGKAH IV MENETAPKAN KEBUTUHAN SEGERA

1.      Beri ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan
2.      Rujuk Segera


LANGKAH V MENYUSUN RENCANA ASUHAN YANG MENYELURUH / INTERVENSI

Tanggal 17 April 2014, Pukul 16.15 WIB

Tujuan :   - Ikterus Derajat II Teratasi
                  -  KU menjadi baik              
Kriteria Hasil : - bayi tidak tampak kuning
- K/U baik
- Tidak terjadi komplikasi
-Minum kuat
1.      Beri informasi kepada ibu dan keluarga tentang keadaan bayi
Rasional : Keluarga mengerti bahwa bayinya dalam keadaan kuning
2.      Lakukan informed consent
Rasional : informed consent merupakan langkah awal untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
3.      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Rasional : cuci tangan merupakan tindakan proteksi diri dan prosedur pencegahan kontaminasi silang
4.      Observasi KU bayi dan TTV
Rasional : Dengan observasi TTV dapat diketahui perkembangan bayi (membaik atau memburuk) sehingga dapat dilakukan penanganan segara jika ditemukan kondisi yang memburuk
5.      Observasi keadaan ikterik setiap hari
Rasional : Dengan observasi Ikterik setiap hari dapat memantau keadaan bayi
6.      Kaji reflek menghisap dan menelan
Rasional : Untuk mengetahui keadekuatan reflek menghisap dan menelan.
7.      Rawat tali pusat
Rasional : Tali pusat  yang terbalut merupakan cara mencegah infeksi dan mempercepat pengeringan tali pusat
8.      Bedong bayi dengan kain kering yang lembut
Rasional : membedong bayi merupakan cara mencegah hipotermi.


9.      Anjurkan ibu cara menyusui yang benar
Rasional : dengan posisi menyusui yang benar maka bayi akan merasa nyaman dan tidak tersedak
10.  Anjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif
Rasional : ASI adalah makanan terbaik bayi untuk tumbuh kembang dan pertahanan tubuh/kebutuhan nutrisi.
11.  Rujuk segera
Rasional : mendapatkan pelayanan yang lebih intensif

LANGKAH VI PELAKSANAAN LANGSUNG ASUHAN/IMPLEMENTASI

Tanggal :  17 April 2014, pukul 16.20
1.      Jam 16.20 WIB
Meminta persetujuan ibu dengan cara memberikan penjelasan/informasi tindakan yang akan dilakukan serta manfaatnya.
   ii.      Jam 16.25 WIB
Melakukan informed consent untuk melakukan tindakan lebih lanjut
 iii.      Jam 16.30 WIB
Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan menggunakan sabun dan air mengalir dan mengeringkan dengan handuk kering.
 iv.      Jam 16.32 WIB
Mengobservasi Keadaan Umum bayi dan Tanda Tanda Vital.
   v.      Jam 16.35 WIB
Mengobservasi keadaan ikterik pada bayi
 vi.      Jam 16.37 WIB
Mengkaji reflek menghisap dan menelan dengan memasukkan jari kelingking ke dalam mulut bayi, mengkaji bayi tersedak atau tidak jika bayi diberi minum.
vii.      Jam 16.45 WIB
Merawat tali pusat dengan membalutnya dengan menggunakan kasa steril. Kemudian membungkus tali pusat mulai dari pangkal hingga ujung tali pusat agar terhindar dari infeksi.

viii.      Jam 16.48 WIB
Membedong bayi dengan kain kering yang lembut agar bayi tetap hangat dan mencegah terjadinya hipotermi.
 ix.      Jam 16.50 WIB
Menganjurkan ibu cara meneteki yang benar. Caranya : Ibu dalam posisi duduk, Bayi dekat dan menghadap ibu, perut bayi menempel ke perut ibu, telinga bayi segaris dengan lengan.
Mulut bayi terbuka lebar, bibir lengkung keluar, dagu menempel pada payudara, sebagian besar areola tak kelihatan, pipi tidak cekung. Lama menyusui + 20 menit. Susukan bayi dengan payudara secara bergantian.
   x.      Jam 16.55 WIB
Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan karena ASI merupakan makanan terbaik untuk tumbuh kembang dan mempertahankan kondisi tubuh serta kebutuhan nutrisi.
 xi.      Jam 17.00
Merujuk segera ke Rumah Sakit untuk penanganan yang lebih intensif.

LANGKAH VII EVALUASI

Tanggal :  17 April 2014                     Jam : 17.10WIB
S          : Ibu   mengatakan   usia   kehamilan   9   bulan.   Bayi   lahir
perempuan tanggal 16 April 2014 jam 06.00 WIB dengan persalinan normal.
Bayi malas minum dan terlihat kuning
O         : KU : Cukup, Kes : Composmentis
HR : 140x/menit, RR : 40x/menit
Suhu : 36,8 C
Inspeksi : Muka tampak kuning, Sclera kuning, Mulut kering, Kulit kering Leher, dada hingga umbilikus tampak kuning
Palpasi : Turgor kulit jelek
Reflek moro, rooting, sucking, grasping, plantar, tonick neck lemah.
A          : NCBSMK usia 1 hari dengan ikterus derajat II
P      : 1. Meminta persetujuan ibu dengan cara memberikan penjelasan/informasi tindakan yang akan dilakukan serta manfaatnya, ibu dan keluarga sudah mengerti tentang keadaan bayinya
2.      Melakukan informed consent untuk melakukan tindakan lebih lanjut, ibu dan keluarga menyetujui untuk dilakukan tindakan lebih lanjut
3.      Mengobservasi Keadaan Umum bayi dan Tanda Tanda Vital, keadaan umum bayi: sedang, Kes : cm, Suhu : 36,7oC, HR : 140x/m, RR : 42x/m
4.      Mengobservasi keadaan ikterik pada bayi, kepala, leher, badan sampai umbilicus tampak kuning.
5.      Mengkaji reflek menghisap dan menelan dengan memasukkan jari kelingking ke dalam mulut bayi, mengkaji bayi tersedak atau tidak jika bayi diberi minum, reflek menghisap dan menelan lemah, ditandai dengan tersedak bila diberi minum.
6.      Merawat tali pusat dengan membalutnya dengan menggunakan kasa steril. Kemudian membungkus tali pusat mulai dari pangkal hingga ujung tali pusat agar terhindar dari infeksi, tali pusat sudah dirawat dengan menggunakan kasa steril
7.      Membedong bayi dengan kain kering yang lembut agar bayi tetap hangat dan mencegah terjadinya hipotermi, Bayi sudah dibedong dengan menggunakan kain kering yang lembut
8.      Menganjurkan ibu cara meneteki yang benar. Caranya : Ibu dalam posisi duduk, Bayi dekat dan menghadap ibu, perut bayi menempel ke perut ibu, telinga bayi segaris dengan lengan, mulut bayi terbuka lebar, bibir lengkung keluar, dagu menempel pada payudara, sebagian besar areola tak kelihatan, pipi tidak cekung. Lama menyusui + 20 menit, susukan bayi dengan payudara secara bergantian, ibu telah melakukan cara meneteki yang benar
9.      Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan karena ASI merupakan makanan terbaik untuk tumbuh kembang dan mempertahankan kondisi tubuh serta kebutuhan nutrisi, ibu akan melakukan ASI eksklusif
10.  Merujuk segera ke Rumah Sakit untuk penanganan yang lebih intensif, bayi sudah di rujuk ke Rumah Sakit.






BAB VI
PEMBAHASAN

            Dalam pembahasan asuhan kebidanan pada Bayi Ny.S Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan ikterus derajat II di BPM Bunda yang dilakukan dengan melaksanakan penerapan asuhan kebidanan di kaitkan antara teori yang digunakan sebagai instrument didalam melaksanakan manajemen kebidanan. Dari hasil tersebut dapat di ambil kesimpulan ada atau tidaknya kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan, diuraikan sebagai berikut :
1.      Pengkajian Data
Pada tahap pengkajian data subjektif ibu mengatakan bayinya malas minum dan pada muka, leher sampai pusat tampak kuning. Pada pengkajian data objektif kasus bayi Ny.S ditemukan tanda icterus pada kepala, leher sampai umbilicus. Menurut Prawirohardjo, 2005, rumus krammer bagian tubuh bayi yang tampak kuning dimulai dari kepala, leher sampai umbilicus adalah derajat II. Sehingga pada tahap ini tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek lapangan.
2.      Interpretasi data
Pada tahap interpretasi data didapatkan bayi Ny.S Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan ikterus derajat II. Kulit tampak kuning pada kepala, leher sampai umbilicus. Reflek menelan dan menghisap lemah. Kasus bayi Ny.S dengan icterus derajat II terjadi masalah pada gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Menurut Wiknjosastro, 2007, tanda-tanda icterus patologis adalah icterus terjadi pada 24 jam pertama setelah kelahiran. Sehingga pada kasus ini tidak ditemukan kesenjangan. Masalah yang dijumpai pada bayi icterus adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi (Runny, 2009). Kebutuhan yang diberikan pada bayi dengan icterus adalah pemberian cairan yang cukup dan ASI, mengobservasi keadaan umum bayi secara intensif (Surjono, 2009).


3.      Mengidentifikasi Masalah/Diagnosa Potensial
Masalah potensial pada bayi baru lahir dengan icterus derajat II akan muncul apabila kadar bilirubin semakin meningkat yang akan menyebabkan potensial terjadi icterus derajat III Wiknjosastro, 2007. Pada kasus ini diagnose potensial tidak terjadi dikarenakan penanganan yang cepat dan tepat.
4.      Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera
Langkah antisipasi merupakan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera dan tindakan kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk menghindari terjadinya kegawatdaruratan, antara lain : Beri ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan serta Rujuk Segera.
Menurut Wiknjosastro, 2007, untuk tanda icterus derajat II antara lain :
a.         Beri ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan
b.        Rujuk Segera.
Sehingga pada langkah ini tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus dilapangan
5.      Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh/Intervensi
Pada langkah perencanaan pada bayi Ny.S dengan icterus derajat II antara lain Beri informasi kepada ibu dan keluarga tentang keadaan bayi, Lakukan informed consent, Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, Observasi KU bayi dan TTV, Observasi keadaan ikterik setiap hari, Kaji reflek menghisap dan menelan, Rawat tali pusat, Bedong bayi dengan kain kering yang lembut, Anjurkan ibu cara menyusui yang benar, Anjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif dan Rujuk segera. Rencana tindakan ini telah sesuai sehingga tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
6.      Pelaksanaan langsung asuhan/Implementasi
Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan, pada langkah ini meliputi Meminta persetujuan ibu dengan cara memberikan penjelasan/informasi tindakan yang akan dilakukan serta manfaatnya, Melakukan informed consent untuk melakukan tindakan lebih lanjut, Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan menggunakan sabun dan air mengalir dan mengeringkan dengan handuk kering, Mengobservasi Keadaan Umum bayi dan Tanda Tanda Vital, Mengobservasi keadaan ikterik pada bayi, Mengkaji reflek menghisap dan menelan dengan memasukkan jari kelingking ke dalam mulut bayi, mengkaji bayi tersedak atau tidak jika bayi diberi minum, Merawat tali pusat dengan membalutnya dengan menggunakan kasa steril. Kemudian membungkus tali pusat mulai dari pangkal hingga ujung tali pusat agar terhindar dari infeksi. Membedong bayi dengan kain kering yang lembut agar bayi tetap hangat dan mencegah terjadinya hipotermi, Menganjurkan ibu cara meneteki yang benar, Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan karena ASI merupakan makanan terbaik untuk tumbuh kembang dan mempertahankan kondisi tubuh serta kebutuhan nutrisi, Merujuk segera ke Rumah Sakit untuk penanganan yang lebih intensif.
Pelaksanaan ini telah sesuai dengan rencana tindakan sehingga tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
7.      Evaluasi
Evaluasi merupakan keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan terpenuhi, kadar bilirubin atau derajat ikterik menurun, bayi tidak kesulitan dalam menyusu. Didapatkan hasil dari asuhan kebidanan yakni beri ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan serta rujuk segera.











BAB V
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Hasil dari asuhan kebidanan pada kasus bayi baru lahir pada Bayi Ny.S Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan ikterus derajat II di BPM Bunda Kediri dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
  1. Pengkajian pada kasus bayi Ny.S, ibu mengatakan bayinya tampak kuning pada kepala, leher sampai pusat dan malas minum. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda icterus pada kepala, leher badan sampai umbilicus tampak kuning.
  2. Interpretasi data didapatkan bayi Ny.S, Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan dengan ikterus derajat II. Masalah yang ditemukan pada kasus bayi Ny.S dengan icterus derajat II terjadi masalah pada gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.
  3. Diagnose potensial tidak muncul karena penangan yang cepat dan tepat.
d.      Antisipasi dalam langkah ini adalah antisipasi dengan memberi ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan serta Rujuk Segera.
  1. Rencana tindakan pada bayi Ny.S meliputi Beri informasi kepada ibu dan keluarga tentang keadaan bayi, Lakukan informed consent, Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, Observasi KU bayi dan TTV, Observasi keadaan ikterik setiap hari, Kaji reflek menghisap dan menelan, Rawat tali pusat, Bedong bayi dengan kain kering yang lembut, Anjurkan ibu cara menyusui yang benar, Anjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif dan Rujuk segera. Rencana tindakan ini telah sesuai sehingga tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
  2. Pelaksanaan yaitu Meminta persetujuan ibu dengan cara memberikan penjelasan/informasi tindakan yang akan dilakukan serta manfaatnya, Melakukan informed consent untuk melakukan tindakan lebih lanjut, Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan menggunakan sabun dan air mengalir dan mengeringkan dengan handuk kering, Mengobservasi Keadaan Umum bayi dan Tanda Tanda Vital, Mengobservasi keadaan ikterik pada bayi, Mengkaji reflek menghisap dan menelan dengan memasukkan jari kelingking ke dalam mulut bayi, mengkaji bayi tersedak atau tidak jika bayi diberi minum, Merawat tali pusat dengan membalutnya dengan menggunakan kasa steril. Kemudian membungkus tali pusat mulai dari pangkal hingga ujung tali pusat agar terhindar dari infeksi. Membedong bayi dengan kain kering yang lembut agar bayi tetap hangat dan mencegah terjadinya hipotermi, Menganjurkan ibu cara meneteki yang benar, Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan karena ASI merupakan makanan terbaik untuk tumbuh kembang dan mempertahankan kondisi tubuh serta kebutuhan nutrisi, Merujuk segera ke Rumah Sakit untuk penanganan yang lebih intensif.
  3. Evaluasi merupakan keefektifan dari asuhan yang telah diberikan didapatkan hasil dari asuhan kebidanan yakni beri ASI untuk mencegah gula darah tidak turun dan untuk kebutuhan nutrisi dan cairan serta rujuk segera
  4. Setelah melakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny.S dengan menerapkan manajemen 7 langkah Varney, ditemukan tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
2.      Saran
Dari kesimpulan tersebut di atas, mahasiswa ingin memberikan saran agar peningkatan mutu pelayanan asuhan kebidanan pada neonatus menjadi lebih baik, diantaranya sebagai berikut :
a.       Bagi tenaga kesehatan/bidan
Diharapkan bidan untuk lebih meningkatkan pemberian pelayanan tentang asuhan neonatus khususnya pada bayi dengan icterus agar bayi terhindar dari masalah yang potensial. Melatih ibu untuk menyusui bayinya agar reflek hisap bayi kuat.
b.      Bagi BPM dan RS
Diharapkan lebih meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan pada neonatus khususnya asuhan kebidanan pada bayi dengan icterus agar dapat melindungi bayi dari berbagai infeksi, sehingga resiko terjadinya bayi dengan icterus dapat dicegah dan dikurangi.
c.       Bagi keluarga pasien

Diharapkan ibu dapat merawat bayinya sendiri dirumah dengan baik dengan. memberikan ASI secara on demand agar nutrisi bayi selalu tercukupi.




DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Mulyati & Nurlina. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC
Depkes RI. 2005. Buku Panduan Pelatihan PONED. Jakarta: JPNK-KR
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. PelayananKesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta : YBP-
     SP
Winkjosastro, Hanifa. 2007. IlmuKebidanan, EdisiKetiga. Jakarta : YBP-SP
Depkes RI. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta
Muslihatun. 2010. Asuhan  Neonatus Bayi Dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar