HUMANIORA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan
manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk
dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan
langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim
dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan
peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa
masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam
proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif
maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan
kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu
masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu
sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan
respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses
terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang
dianut hubungannya dengan kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesehatan?
2. Bagaimana
hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional?
3. Bagaimana konsep
sehat dan sakit menurut budaya masyarakat?
4. Apa faktor
pendorong dan penghambat?
5. Bagaimana solusi peranan
pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui
pengertian kesehatan.
2. Untuk mengetahui Bagaimana
hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional.
3. Untuk mengetahui Bagaimana
konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat.
4. Untuk mengetahui
faktor pendorong dan penghambat.
5. Untuk mengetahui Bagaimana Solusi Peranan
pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan
dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan
adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri
ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan
mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry
Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi
pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap
perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini
lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan
dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses,
Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam
hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan
pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung
dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok
manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental
dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
2.2 Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk
penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran
yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat
antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada
masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab
biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib,
sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu
timbul akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun
untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau
tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang
digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia,
mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan
anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa
jika anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan
melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka dia
dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang
sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti.
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit
dapat disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena
dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman.
Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shamanakan mengeluarkan benda
asing itu dari tubuh pasien.
2.3 Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya
Masyarakat
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya
tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan
klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian
saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks
pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,
kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan
pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin
ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan
atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia
menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang
menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit
(istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak
terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.
Masalah kesehatan merupakan masalah
kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang
bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku,
populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang
disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante
dari 4 faktor yaitu:
1. Environment
atau lingkungan.
2. Behaviour
atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological
balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh
populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4. Health
care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku
merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi
rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan
peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social,
perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang
ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan
pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran,
sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya
tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat
sehat dari berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu
keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang.
Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya.
-
Pendekatan
WHO dan Depkes
Badan kesehatan dunia (World
Health Organization-WHO) mendevinisikan sehats sebagai “ keadaan
sejahtera/sehat dari fisik, mental,/rohani, dan sosial, bukan hanya terbebas
dari penyakit, cacat, serta kelemahan untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis”
Untuk sehat secara fisik maka
ekonomi seseorang harus baik. Hal ini masih menjadi beban masyarakat miskin
karena tidak tersedianya pangan yang cukup, daya beli masyarakat yang rendah,
gagal panen, dan kesulitan distribusi. Akan tetapi,ekonomi hanyalah sebagai
tujuan antara,karena masih harus sehat sosial,mental,dan
religious/rohani.sedangkan kesehatan manusia dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :
faktor genetik,lingkungan, perilaku dan faktor pelayanan kesehatan.
Deklarasi WHO (1978) di Alma
Ata tentang Health for all merekomendasikan beberapa oarameter uaya kesehatan
primer, antara lain:
1. Pendidikan
mengenai masalah-masalah kesehatan dan metode pencegahan serta pengendalian
penyakit.
2. Peningkatan
keadaan gizi.
3. Pengadaan
air bersih dan sanitasi dasar yang memadai.
4. Upaya
kesehatan ibu dan anak, termasuk keluarga berencana.
5. Imunisasi
terhada penyakit-penyakit menular
6. Pencegahan
dan pengendalian enyakit endemikyang menyebar di tingkat local secara cepat.
7. Pengobatan/penatalaksanaan
yang tepat terhadap penyakit umum
8. Menyediakan
obat-obat esensial
- Rumusan paradigma sehat yg
diluncurkan Departemen Kesehatan :
1. Lingkungan
yang bebas dari polusi
2. Tersediannya
air bersih
3. Sanitasi
lingkungan yang memadai
4. Perumahan
dan pemukiman yang sehat
5. Perencanaan
kawasan yang berwawasan kesehatan
6. Terwujudnya
kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai
budaya bangsa
Pendekatan system kesehatan
masyarakat yang melibatkan berbagai pihak berpandangan bahwa kesehatan bukan
hanya berpusat pada kekuasaan dan tanggung jawab pemerintah-Depkes, tetapi
merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk masyarakat itu sendiri.
Pemerintah bertindak sebagai regulator dan pengendali mekanismepersaingan
sehingga masyarakat Indonesia nantinya adalah masyarakat yang berperilaku
proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko
terpaparnya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya,
masyarakat mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang berlangsung
di berbagai daerah pada akhirnya adalah berhasil dan berdaya guna serta merata
bagi semua orang sehingga memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang
sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan
sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi
antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan
dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit
merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran
normalnya secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan
kedokteran modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah
sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti
ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah,
tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit,
maunya tiduran atau istirahat saja.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari
kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian
penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di
masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan
dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit
malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian
Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa
-rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat.
Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang
dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk
tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan
gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh
dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon
tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh
penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan
ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya
penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk,
tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa,
dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam
hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka
masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
2.4 Faktor Pendorong Dan Penghambat
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam Masyarakat
Perilaku yang dinyatakan di atas adalah berkaitan dengan
upaya atau tindakan individu ketika sedang sakit atau kecelakaan. Tindakan
atau perilaku ini bisa melalui dengan cara mengobati sendiri sehingga mencari
pengobatan ke luar negeri.
Menurut Blum (1974) yang dipetik dari Notoadmodjo(2007),
faktor lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kesehatan individu,
kelompok, atau masyarakat manakala faktor perilaku pula merupakan faktor yang
kedua terbesar. Disebabkan oleh teori ini, maka kebanyakan intervensi yang
dilakukan untuk membina dan meningkatkan lagi kesehatan masyarakat melibatkan
kedua faktor ini.
Menurut Notoadmodjo juga mengatakan mengikut teori Green(1980),
perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi
yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya.
2. Faktor pemungkin yang
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Faktor penguat pula
mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang dipandang tinggi oleh
masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh agama, sikap dan perilaku para
petugas yang sering berinteraksi dengan masyarakat termasuk petugas
kesehatan. Selain itu, faktor undang-undang dan
peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan juga termasuk dalam faktor
ini.
Aspek sosial (mitos) yang berkembang
di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan anak :
1. Dukun
sebagai penyembuh
Masyarakat pada beberapa daerah
beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang-kejang disebabkan karena kemasukan
roh halus, dan dipercaya hanya dukun yang dapat menyembuhkannya.
2. Timbulnya
penyakit sebagai pertanda
Contoh Demam atau diare yang terjadi
pada bayi dianggap pertanda bahwa bayi tersebut akan bertambah kepandaiannya,
seperti sudah bisa untuk berjalan.
3. Kesehatan
anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial.
Dimana hingga kini masyarakat baik
di perkotaan maupun pedesaan masih menjalankan kepercayaan tersebut. Hal
tersebut disebabkan karena kebiasaan yang telah turun temurun terjadi.
Tetapi ada baiknya jika masyarakat
juga mempertimbangkan dengan pemahaman menurut para medis karena para medis
lebih memahami tentang mana yang baik dalam tumbuh kembang kesehatan anak.
b. Faktor Penghambat Pengobatan Dalam Masyarakat
1. Disparitas status kesehatan
Disparitas adalah perbedaan jarak adanya
upah yang diterima oleh para pekerja pabrik itu. Di
Indonesia yang sungguh kaya luar biasa ini status Menghalangi pemiliknya untuk
mendapatkan hak kesehatan yang layak. , masyarakat, media massa, politikus
bahkan insan kesehatan masih memandang hak kesehatan hanya pada hak untuk
memperoleh pelayanan kuratif dirumah sakit dan puskesmas. "Meskipun
secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat namun disparitas
antar tingkat sosial ekonomi dan antar wilayah masih cukup tinggi,"
katanya.
Padahal, hak untuk menikmati hidup
sehat jauh lebih luas daripada sekedar hak akan pelayanan kuratif.salah satu
jaminan dari Negara bahwa segala akses informasi tentang kesehatan dan
ketersediannya harus terpenuhi bagi segala lapisan masyarakat.Belum Dipenuhi
oleh Negara.Selama ini Kesehatan Dianggap sebagai barang yang mahal, Kesehatan
Di Indonesia hanya untuk kalangan berpunya ‘orang miskin dilarang
sakit’disini.tragis, mengingat Kekayaan Indonesia yang luar biasa banyak.
Kemana hasil-hasil bumi Indonesia.
Mukhlas,52 th adalah salah satu
warga miskin yang telah bertahun-tahun menyimpan hutang kepada rumah sakit
Negara karena tidak mempunyai biaya pengobatan, 5 th yang lalu dia terjatuh
dari pohon kelapa.biaya pengobatan yang semakin hari dirasakan semakin berat
membuat sebagian Warga negeri ini menjadi Enggan memperdulikan kesehatannya.
Mereka cenderung acuh tak acuh terhadap kesehatan. Padahal buila ditilik
kembali kesehatan adalah Pilar Negara untuk memajukan Negara. Kapan Kesehatan
akan menjadi barang yang Murah, bahkan gratis.
2. Beban Ganda penyakit
Bagi masyarakat Indonesia khususnya,
penyakit memiliki beban ganda,yang pertama adalah rasa sakit yang diderita dan
Uang yang cukup banyak Untuk mengatasi masalah penyakit yang dideritanya. Hal
ini memberikan dampak negative pada Pasien yang bersangkutan, karena
keterbatasan dana, mereka mendapatkan keterbatasan Pelayanan kesehatan.
3.Kinerja Pelayanan yang rendah
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang
Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, menilai kinerja pelayanan kesehatan masih
rendah terutama di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan pulau-pulau
terluar. "Padahal kinerja kesehatan merupakan salah satu faktor penting
dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk," katanya, malam ini.
Agung Laksono, menjelaskan hal itu merupakan tantangan pembangunan kesehatan di
Indonesia yang memerlukan dukungan semua elemen bangsa.
"Rendahnya kualitas pelayanan
kesehatan yang ditandai dengan masih dibawah standarnya kualitas pelayanan
sebagian rumah sakit daerah serta keterbatasan tenaga kesehatan juga menjadi
tantangan yang harus segera diatasi," katanya. Dikatakan, hingga saat ini
jumlah dan distribusi dokter, bidan serta perawat belum merata dimana
disparitas rasio dokter umum per 100.000 penduduk antar wilayah masih tinggi.
"Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua tenaga kesehatan yang
diperlukan, " katanya.
4.Perilaku
masyarakat yang kurang mendukung hidup Bersih
Dewasa ini sikap masyarakat
Indonesia juga sama buruknya dengan system yang mengatur kesehatan.Jika anda
berkunjung ke Jakarta misalnya, lihatlah sungai disana kini sungai di Jakarta
mengalami perubahan fungsi, fungsi sungai bukan lagi menjadi tata perairan kota
tapi tempat sampah umum. Belum lagi ada masyarakat yang MCK di sungai, begitu
pula di sebagian wilayah pedesaan Indonesia kesadaraan akan pentingnya
kesehatan belum kita temukan di masyarakat kita.
5. Rendahnya Kondisi kesehatan lingkungan
Rendahnya Pembangunan Ekonomi yang
belum merata adalah biang keladi pokok masalah ini.hal tersebut menimbulkan
kesenjangan soasial Baik Papan,sandang dan pangan. Pertanyaan mengapa kesehatan
lebih banyak dialamai oleh orang tak berpunya, mungkin jawabannya adalah karena
lingkungan tempat tinggal yang buruk.
Itulah gambaran umum Masalah
umum kesehatan di negeri kita tercinta,semuanya Berpangkal pada Ekonomi dan
pendidikan
2.5. Solusi Peranan
pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan.
Kebijakan peningkatan peran pengobatan
tradisional dalam system pelayanan kesehatan, yaitu :
1.
Pengobatan
tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat
dalam pelayanan kesehatan primer.
2. Pengobatan
tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa,
namun perlu membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.
3. Dalam rangka peningkatan peran
pengobatan tradisional, perlu dilakukan penelitian, pengujian dan pengembangan
obat-obatan dan car-cara pengobatan tradisional.
4.
Pengobatan
tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin, namun
perlu pendataan untuk kemungkinan pembinaan dan pengawasannya. Masalah
pendaftaran masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
5.
Pengobatan
tradisional yang berlandaskan pada cara-cara organobiologik, setelah diteliti,
diuji dan diseleksi dapat diusahakan untuk menjadi bagian program pelayanan
kesehatan primer. Contoh : dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang.
Sedangkan cara-cara psikologik dan supranatural perlu diteliti lebih lanjut,
sebelum dapat dimanfaatkan dalam program.
6. Pengobatan
tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan menjadi tokoh
masyarakat dapat dilibatkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya sebagai
komunikator antara pemerintah dan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk menyimpulkan
pandangan-pandangan mengenai pengobatan tradisional, saya yakin bahwa jika di
nilai dari banyak fungsi yang di harapkan dapat memenuhi oleh pengobatan dan
keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penelitian medis yang sistematik dalam
masyarakat-masyarakat tersebut, maka system-sistem medis tradisional, yang di
lihat sebagai sarana adaptif, telah berhasil dengan baik. Mereka telah muncul
sejak ribuan tahun yang lalu, telah memberikan harapan dan penyembuhan kepada
yang sakit, mereka menangani juga penyakit-penyakit sosial, dan mereka telah
memberikan sumbangan terhadap penambahan populasi dunia secara lambat.
Saya juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik
dari aspek-aspek preventif dan , klinisnya, serta semua kekurangan dalm
perawatan kesehatannya maka pengobatan tradisional adalah cara kurang memuaskan
dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dari penduduk masa kini. Hal ini bukanlah
merupakan penilaian kami saja melainkan keputusan para penilai utama,
konsumen-konsumen tradisional yang semakin meningkat dalam memilih antara
pengobatanya sendiri dengan pengobatanya ilmiah lain.
3.2 Saran
Saya para penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikanya nanti. dapat mengetahui bagaiman system medis tradisional ,apalagi sisi positif dan negatif dari pengobatan system tradisional.
Saya para penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikanya nanti. dapat mengetahui bagaiman system medis tradisional ,apalagi sisi positif dan negatif dari pengobatan system tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Uciha Itachi , 2013 Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap
Keshatan, 2012http://macrofag.blogspot.com/
Robertha Natalia
Gracia, 2010 Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan,http://roberthanatalia.blogspot.com/
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng.
2003. Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri
di Indonesia. Jurnal bahan alam Indonesia, Volume 2 Nomor4.
Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati,
Winarsih, Sarjaini Jamal, M.J Herman. 1997. Laporan Penelitian
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat dan Obat Tradisional Dalam
Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes.
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng.
2003. Penggunaan Obat Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri
di Indonesia. Jurnal bahan alam Indonesia, Volume 2.
Sugeng, Dwi. (2007). Pengobatan
Alternatif. Yogyakarta: PT. Media Abadi.
0 komentar:
Posting Komentar